salaamun lakum

ahlan wasahlan

Kamis, 19 Januari 2012


يآالهى....!!!!  لماذا كنت مختلفاً عن الآخر يا ألهى....!!!

ما من غلطتى تشكّ قلبى......!
وما من فعلى يريد ربّى......! 
حتّى كان حرجاً كعبى......!
أ هكذا عندى نصيبى......!
             
و يآ أبا الطفل....!!!!
كيف تسعى من الفعل......!              
كى يسرّنى عن المشلول......!
الى حدّ يشفى حول الرّجل......!            
ويآ أمى مع الحبّ......!
أرايتِ من الاصحابى......! 
يلعبون فى الملعب......!  
ولكنِّى سا كت الكعب......!

يآ أمّى....!!!!
مدّى لى منكِ يدين......!                    
ليزيلنى من الحزن......!
لأنَّ اللهَ مَعِى......! 
SANTRI IS .............. 






DANBOARD in LOVE



“Octavia Riska Kamila …?! Mana dia ?” Salsa mengabsen.
“Itu …!” beberapa santriwati menunjuk ke arah seorang anak yang duduk di pojok. Anak itu terlihat merenung tak peduli suasana di sekitarnya. Matanya layu.
“Hei …!!!” Salsa menyadarkan anak itu. “Mana I’dad muhadloroh-mu ..?”
Anak itu menatap Salsa sebentar, lalu menggelengkan kepala. Salsa mulai marah. Selama menjadi pengurus di bagian pengajaran – yang bertanggung jawab dalam muhadloroh dan shalat lima waktu di masjid, ia belum pernah sekalipun diacuhkan anggota seperti saat ini.
“Jawab !! punya mulut ndak ?!! he …?” seru Salsa
Anak itu hanya diam.
“Hei …!!” Salsa menaikkan suaranya namun anak itu masih tak bergeming. Anak itu menatap ke depan dengan pandangan kosong.
“Jawab !!! mana I’dad mu …?!!” Salsa mengertak setengah berteriak
“Belum …!!” anak itu menjawa singkat tanpa memandang kearah Salsa. Suaranya pelan hampir tak terdengar.
“Keluar …!!” Salsa menyerah …”berdiri di depan madrasah …!”
Anak itu berdiri keluar ruangan. Masih tak peduli dengan Salsa. Salsa menendang kesal kearahnya setelah anak itu pergi hilang di balik pintu, Salsa kembali mengabsen.
***
Salsa turun menuju lantai bawah. Mata beningnya memandang halaman madrasah. Sesuatu yang ia cari tak ia dapati.
“Kemana anak itu …!!??” ia mendengus kesal.
Seorang santriwatu kelas 3 lewat di depannya.
“Ukhti …!! Tahu Oktavia …?”
“Naam … ukhti …!!”
“Dimana dia …?”
“Kamar, mungkin… tadi kulihat ia masuk kamar …”
“Syukron …!!”
“Ma’a syukri …!” Santriwati itu naik ke lantai dua kembali untuk mengikuti muhadloroh / latihan pidato. Salsa mencari ke kamar-kamar. Di kamar nomer 7, Salsa mendapatkan anak itu duduk didepan lemarinya. Kakinya dilipat, lututnya sejajar dengan mulutnya, tangannya dilingkarkan di kedua lututnya, matanya memandang lurus ke depan, namun kosong.
“Hei ... !!” Salsa menghardiknya. “Kamu tadi ana suruh apa ?”
Anak itu tak bergeming seakan Salsa tidak ada.
“Hei …!! Sana berdiri didepan madrasah … malah duduk di kamar … sok merenung lagi …!!? Salsa menghampirinya.
Anak itu tetap diam
Merasa tak dianggap Salsa mengambil tangannya memaksanya berdiri …” Sana …!!” anak itu berdiri namun agak memberontak.
“Cepat sana …!!” Salsa berteriak.
Anak itu tak beranjak dari tempatnya namun ia malah menangis. Salsa kaget.
“Cengeng …!!” Salsa bertambah kesal. “Ayo ….!!”
“Salsa menariknya paksa, namun saat ia keluar kamar, tepat didepannya ustadzah bagian pengasuhan santri lewat.
“Salsa …!!” Ustadzah itu menghardiknya.
“Ini Ust ..!! dia ga’ buat I’dad trus aku suruh berdiri di depan madrasah ia malah ke kamar …!” terang Salsa.
“Lepaskan dia …!!” terpaksa Salsa melepasnya. Anak itu berlari kembali ke kamar dan menangis di depan almarinya. “Mungkin di ada masalah…”
“Tapi ust…!!!”
“Sudah, biarkan saja …!!”
***
Mentari mulai bosan membakar bumi, kini teriknya tak lagi membakar kulit. Ia sudah berada di sebelah barat mungkin 2 – 3 jam lagi ia akan benar-benar bosan.
Salsa keluar dari kompleks pondok putri. Ia ingin memfotocopy beberapa lembar berkas. Langkah kecilnya membuat burung-burung gereja yang sedang hinggap di jalan terbang naik dan bertengger di atas sebuah rumah. Ia ingin sekedar refreshing menghirup udara luar pondok setelah dipermainkan seorang anggotanya, apalagi ia dimarahi ustadzah.
Belum jauh ia melangkah, ia melihat seorang laki-laki berkoko putih dan bercelana hitam. Laki-laki itu berjalan berlawanan arah dengannya. Salsa menatap wajahnya, “ganteng…!!” Salsa bergumam dalam hati.
Pemuda itu melihat ke arah Salsa dan pandangan mereka bertemu pada satu kenyataan indah. Salsa bergetar hampir saja kertas-kertas yang dibawanya jatuh, namun ….
 “Duk …!!” Salsa menoleh. Pemuda itu menabrak mobil yang diparkirkan. Salsa tersenyum kecil menahan tawa, pemuda itu malu bukan kepalang. Salsa tak menyangka kalau wajahnya bisa membuat seorang laki-laki tampan lupa diri. Di sisa langkahnya Salsa masih tersenyum geli, membuat burung gereja yang bertengger di atap terheran-heran.
Is it love for first sight …?
***
Sepulang fotocopy Salsa berjalan pelan, berharap ia kembali bertemu dengan laki-laki yang berkoko putih itu. Salsa yakin ia adalah santri putra. Ya … karena koko putih dan celana hitam itu seragam santri putra yang ingin menjenguk saudarinya yang tinggal di putri.
Dan dewi sore mengabulkan harapannya. Ia kembali bertemu berlawanan arah, sekarang pemuda itu tersenyum padanya.
“Oh ….!! Senyumnya indah sekali. .. oh … mengapa aku seperti ini … aku tak bisa berpaling dari senyumnya… ingin ku selalu melihatnya…” batin Salsa (lebay…)
“Duk ….!!” sekarang Salsa yang malu, … ia menyandung sebuah batu. Beberapa kertasnya jatuh. Salsa jongkok untuk mengambilnya. Pemuda itu masih berjalan namun matanya masih tertuju pada Salsa. Pemuda itu berucap “Zaid …!” lalu menunjukkan 6 jarinya lalu memegang lengan kanannya. Salsa paham maksudnya, pemuda itu kelas 6. Belum selesai Salsa mengambil semua kertasnya, tiba-tiba …
“duk …!!!” pemuda itu kembali menabrak mobil yang diparkirkan di pinggir jalan. Salsa tersenyum geli. Pemuda itu merah padam, lalu berlari meninggalkan Salsa.
Sesampainya di pondok, Salsa masih tersenyum-senyum.
“Wah …!! Senyum-senyum ndiri … ga’ ngajak-ajak …!!” seorang teman  menghardiknya. Salsa hanya mengacuhkannya. Namun senyumnya hilang saat ia lihat Oktavia, anak yang tadi ia hukum, sekarang anak itu tersenyum bercanda dengan teman-temannya.
“Bebaskan …!! Cuma sok …! Awas kau …!!” Salsa menggerutu.
***
Bel makan telah berdering. Salsa berjalan kearah dapur. Dilihatnya Octavia, anak itu sedang antri bersama santri-santri yang lain. Salsa sudah menjadi pengurus sehingga ia jarang sekali antri atau bahkan tidak sudi kalau harus antri, timbul ide cemerlang di otaknya.
Salsa berjalan kearah Okta, lalu memohon diri menyela antrian dengan alasan ingin lewat. Okta mempersilahkan. Dengan gerakan yang dibuat-buat agar tidak kelihatan sengaja, Salsa menyenggol lengan Okta hingga piringnya terjatuh. Piring itu terbuat dari kaca.
“Pyar …!!” piring itu pecah berkeping-keping. Suasana riuh santri yang antri menjadi sunyi. Semua mata tertuju pada Salsa.
“Afwan …!!” hanya kata itu yang ada di mulut Salsa. Okta menggerutu marah. Namun saat ia lihat siapa di depannya, anak itu tak bisa marah, ia rasa, ia yang salah. Salsa hanya tersenyum menang tanpa rasa salah.
***
Akhir-akhir ini Salsa semakin gila dalam “menyiksa” Okta. Tetapi saat Salsa menjatuhkan peralatan mandi milik Okta yang dengan mudahnya ia beralasan ‘kebelet’ atau saat ia menjatuhkan baju Okta yang dijemur dan lainnya, namun Salsa belum puas.
Walau Salsa belum puas mengerjai atau menyiksa Okta, namun Okta tetap dingin, sabar. Namun hari ini Salsa tak berkutik di depan Okta. Ia sedang belanja kebutuhannya di Grandmall, lalu tanpa sengaja ia melihat Zaid santri kelas 6 yang membuat hatinya bergetar berjalan menggandeng seorang cewek dan cewek itu adalah Okta.
Hancur hati Salsa dengan semua itu. Api cemburu membakarnya. Memang Salsa belum memiliki pemuda itu, tapi ia merasa tidak terima, entah belum pernah ia merasakan rasa seperti itu. Ingin ia menangis, namun malu, sekarang ia berada di tengah keramaian mall. Salsa cepat-cepat membayar belanjaan walau ada yang belum ia beli, lalu dengan langkah tergesa ia kembali ke pondok. Ia sempat bertatap mata dengan Okta.
“Sepertinya ia cemburu …” dua orang memandangnya dengan seulas senyum tergambar di wajah masing-masing.
Sesampainya di pondok Salsa menaruh belanjanya di lemaru, lalu duduk di taman pondok, dibawah rimbunan pohon. Ia merenung, menatap rumput-rumput seakan ingin curhat pada mereka.
“Hei …!!” Linda datang mengagetkannya. “Ko’ melas gitu, ada apa ???” Linda tak terbiasa melihat Salsa yang periang itu merenung.
“Tak apa …” Salsa tak mempedulikan Linda. Ia masih melihat rumput. Ia masih belum terbiasa dengan cemburu.
‘Kamu gak biasanya … pasti ada sesuatu … cerita aja …!!!”
“Gak …!!” Salsa masih terpaku melihat rumput.
“Gak mungkin … pasti ada …!” Linda merangkul bahu Salsa. Salsa masih tak beranjak dari perenungannya.
“Hei … cerita aja …!!” ga’ baik lho klo berlarut-larut dalam masalah !!”
“Gak ada kok …!!” Salsa beralih melihat batu.
“oh, ya udah …!!” Linda melihat seorang berjalan kearah mereka. “Eh, Sal …!! Tuh ada Okta … ga’ kamu jahilin lagi …??”
“Biarin  …!” Salsa belum beranjak dari batu yang ditatapnya.
“Eh,… dia berjalan ke sini …!”
“Ha …?!” sekarang Salsa tak lagi serius memandang dengan tatapan hampa. Kini ia benar melihat Okta datang ke arahnya. Salsa berdiri dan pergi ke kamarnya. Linda bingung dengan kelakuan sahabatnya. Okta menghampiri Linda.
“Ukhti …!! Ukhti Salsa tadi ke mana ?”
“ga’ tahu tuh …!! Dia kelihatan beda …”
“Oh …”
“Paling ke kamar !!!”
***
Di kamarnya Salsa masih merenung. Dia berbaring menatap eternit yang dihiasi beberapa rumah laba-laba.
“Ukhti Salsa …!!” seseorang membangunkannya
Salsa duduk malas, lalu melihat yang membangunkannya. ‘OKTA’ …?
“Maaf ya kak….!!”
“Ya …!! Aku tahu … memang dia bukan milikku … hm …” Salsa tersenyum. Okta ingin menyela namun ia urungkan. “Aku cinta dia, tapi aku tak pernah mengatakannya … benar aku cemburu, tadi kau dengan dia… maaf aku sering menyakitimu …”
Okta tersenyum. “Kak … lupakan saja semua itu …!!”
Salsa menatap Okta lekat
“haha … dari kemarin aku ingin mengatakannya, tapi kakak marah ma aku ko’ … ya ku ga’ brani ….”
“Apa …?”
“Zaid itu kakakku …” Salsa kaget. “Iya …!! Kemarin … eh dulu … waktu ana ga’ buat I’dad itu sebabnya beberapa hari itu ada kabar ibu sedang sakit… ana jadi ga’ niat hidup di pondok, penginnya pulang … namun sorenya kakakku datang, bilang ibu sudah sehat … kekhawatiran ana hilang …”
“Oh …!!” Salsa jadi paham, mengapa anak itu merenung lalu mengapa ia kembali ceria.
“Nah saat itu kakakku juga lihat foto kak Salsa yang dipampang di ruang tamu itu … dia tanya-tanya tentang kakak, … lalu titip salam buat kak Salsa, tapi … kakak marah ma ana ka’, ya udah …”
“Ih …!! Ga’ bilang dari dulu …!!” Salsa manjiwit pipi Okta. Ia mulai tersenyum. Okta mencoba menghindar namun gagal. Ia hanya meringis mengelus pipinya …(Salsa ingat ia jadi model baju seragam pramuka).
“Habis … kakak kejem sih … galak …!! Hehe …!!!”
“Maaf deh …!! Kakak kesel di cuekin gitu… apalagi habis di marahi ustadzah…!!”
“Hahaha …!! Oh ya … tadi kakakku nitip ini …” Okta memberikan sepucuk surat dengan amplop putih tanpa tulilsan dan sebuah Danboard (sejenis boneka dari kertas…)
“Apa ini …??”
Okta mengangkat bahu. Salsa tertawa. Mereka masih mengobrol kesana-kemari, terlihat sangat akrab, dari luar jendela Linda menatap heran.
“Aneh … kemarin benci minta ampun… katanya dendam … lha ini ??” Linda geleng-geleng seraya pergi meninggalkan mereka berdua.
***
Salsa membuka surat itu, hatinya berdebar, belum sekalipun dalam usia 17 tahun ini, ia menerima surat terlebih dari yang ia cintai.
Dear angels …!!!

Sejak dulu ku ingin nyatakan ini, namun hati ini tak sempat, tak ada kata yang bisa wakilkan rasa-rasa di dada yang tlah meronta “Ku Cinta kamu …”
Danboard buatan tangan ini saksi perjumpaan pertama kita.
-   Terbuat dari kertas : kertasmu yang tercecer jatuh
-   Berbentuk dari kotak : mobil yang kutabrak bentuknya hampir kotak… jujur sampai saat ini aku masih malu jika ingat hal itu. Aku kan tersenyum geli…
Ku tahu kau punya rasa yang sama..
Let me love you …..
Zaid Abdullah
Salsa melihat danboard itu, ia tersenyum penuh arti. Boneka kecil itu lucu dan imut.
“Akan ku jaga boneka rapuh ini … dengan kekuatanku …”

By Reisan Risyuha
11/12/11
Dengan penuh terpaksa